Ekonomi | 13-Jun-2023
BUMIALUMNI.COM – Sekuritisasi kredit merupakan sebuah proses
yang memungkinkan bank untuk mendanai pertumbuhan aset dan khususnya menghilangkan
risiko kredit maupun mengurangi tekanan pada kewajiban rasio permodalan.
Sekuritisasi telah diimplementasikan a.l. di Amerika Serikat, Spanyol, China,
Jepang dan Perancis dalam rangka (i) mengurangi masalah liquidity mismatch, (ii) meningkatkan kredit; (iii) melakukan
transfer risiko kredit kepada pihak lain, (iv) membantu sektor keuangan
menciptakan pilihan instrumen investasi, (v) mendorong pasar keuangan berjalan
lebih efisien dan lebih dalam. Sekuritisasi aset kredit UKM di Spanyol dan Jepang
dilatarbelakangi oleh mekanisme transmisi moneter yang kurang optimal,
sedangkan di Perancis dilakukan untuk mengurangi ketergantungan bank kepada
Bank Sentral untuk pemenuhan likuiditas pascakrisis keuangan global.
Di Perancis, Bank
Sentral berperan besar dalam proses sekuritisasi aset kredit UKM dan
sekuritisasi didukung oleh berbagai platform
yang sudah ada untuk mendukung proses sekuritisasi menjadi lebih mudah dan
murah, sehingga menjadi salah satu alternatif pembiayaan bagi UKM. Platform tersebut yaitu (i) Bank Sentral
Perancis (BdF) melakukan rating terhadap perusahaan di Perancis termasuk UKM,
(ii) Credit claim diterima sebagai agunan oleh Bank Sentral Perancis, dan (iii)
BDF menginisiasi pembentukan SPV Euro Secured Notes Issuer (ESNI) pada tahun
2012. Di Indonesia sendiri, milestone
penting dalam sekuritisasi aset dimulai sejak tahun 2009 melalui sekuritisasi
tagihan KPR oleh Bank BTN. Namun aktivitas sekuritisasi aset saat ini belum
berkembang karena masih terbatasnya jenis aset, volume, dan pelaku pasar.
Untuk keberhasilan
sekuritisasi aset kredit UKM, perlu dilakukan pemilihan underlying asset karena kinerja kredit UMKM berbeda-beda baik
secara sektoral, jenis bank, kelompok BUKU bank, maupun wilayah. Berdasaran
data historis, Bank yang banyak menyalurkan kredit UMKM adalah bank persero dan
bank swasta nasional atau bank BUKU 3 dan BUKU 4. NPL (nonperforming loan) bank BUKU 4 juga merupakan yang terendah.
Karakteristik yang diperlukan agar suatu aset dapat dijadikan underlying assets yang ideal untuk
sekuritisasi adalah jenis kredit yang homogen, sangat aman, memiliki stream cash flow yang stabil dan
memiliki jangka waktu yang relatif panjang.
Berdasarkan hasil
analisis, diperoleh informasi bahwa masih terdapat ketimpangan antara
permintaan dan penawaran kredit UMKM di Indonesia. Dari hasil kajian, terdapat
proyeksi kesenjangan antara permintaan dan penawaran kredit UMKM pada akhir
tahun 2019 sebesar Rp771,86 triliun (skenario optimis). Dalam skenario normal
dan pesimis, kesenjangan tersebut lebih besar, masing-masing sebesar Rp1.258
triliun dan Rp1.524 triliun pada akhir tahun 2019.
Dari FGD yang
telah dilakukan, perbankan peserta FGD memandang sekuritisasi aset kredit UKM
sebagai sesuatu yang baik dan menarik untuk memperoleh likuiditas, alat transfer
risiko, dan alternatif dalam mencapai target portofolio penyaluran kredit UMKM.
Namun perbankan belum melihat sekuritisasi aset kredit UKM sebagai suatu
kebutuhan yang mendesak, setidaknya dalam jangka pendek karena: i. Bank perlu
mempelajari lebih lanjut sekuritisasi aset kredit UKM yang akan dilakukan. ii.
Bank belum memiliki masalah likuiditas. iii. Beberapa bank belum dapat memenuhi
target rasio kredit UMKM.
Ke depan,
kebutuhan sekuritisasi UKM diproyeksikan akan menguat, mengingat masih rendahnya
penyaluran kredit UKM dibandingkan dengan total kebutuhan kredit dari sektor
UKM, serta adanya dorongan kepada bank-bank untuk memiliki porsi penyaluran
kredit kepada UMKM yang lebih besar di kemudian hari.
Adapun untuk
mendorong terwujudnya sekuritisasi aset kredit UKM, terdapat setidaknya dua
peran yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dalam skema sekuritisasi aset
kredit UKM di Indonesia sebagai berikut:
· Peran pertama,
Bank Indonesia terlibat pada bagian akhir proses sekuritisasi yaitu berperan
dalam melakukan transaksi surat berharga hasil sekuritisasi aset kredit UKM
(EBA UKM) sebagai surat berharga yang di-repo-kan
kepada BI dalam rangka lending facilities.
Selain itu dapat memberikan insentif tambahan berupa tingkat diskonto yang
lebih rendah apabila bank menggunakan EBA UKM. Terkait dengan peran pertama
tersebut, PBI dan SE BI yang ada saat ini mensyaratkan bahwa dalam kondisi
normal BI membatasi surat berharga yang dapat di-repo-kan hanya SBI, SDBI, dan SBN. Sementara bank sentral Negara
lain, seperti Perancis, menerima beragam jenis instrumen keuangan yang dapat
dijadikan eligible collateral.
· Peran kedua, Bank
Indonesia berperan dalam proses awal sekuritisasi melalui (a) peran tidak
langsung berupa kebijakan dan peraturan yang dapat mendorong terciptanya
penawaran dan permintaan produk EBA UKM atau (b) ikut terlibat langsung dalam
proses persiapan dan sosialisasi sekuritisasi aset kredit UKM, a.l. mendorong
terbentuknya pihak yang dibutuhkan dalam proses sekuritisasi aset kredit UKM
seperti originator yang dapat menjadi
pionir atau arranger/SPV. Dalam hal
pembentukan SPV atau lembaga pemeringkat, maka BI perlu berkoordinasi dengan
OJK selaku otoritas mikroprudensial. Selain itu, BI juga dapat berperan melalui
penerbitan kebijakan dalam kerangka makroprudensial, dalam upaya meningkatkan
akses keuangan kepada UMKM dan mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan
berkualitas.
Sumber: Kajian
Potensi Penerapan Sekuritisasi Aset Kredit UKM oleh Bank Indonesia
Follow media sosial kami untuk mendapatkan produk terbaik, informasi, pengalaman menarik dan inspiratif.
Kami adalah e-commerce hybrid, sebuah rumah untuk memasarkan produk UMKM Indonesia kualitas terbaik. Nikmati produk kuliner, fashion, kriya, minuman herbal, dan jasa. Juga rubrik Inspiring Life, Jurnal & Peraturan, Berita.