Koperasi dan UMKM | 19-Feb-2021
Penulis: Dr. Dewi Tenty Septi Artiany, S.H., M.H., M.Kn
Bumialumni.com - Sejak krisis ekonomi tahun 1998 dan 2008, sektor UMKM selalu menjadi penyelamat perekonomian Indonesia. Hal yang berbeda justru terjadi pada krisis ekonomi tahun 2020 yang dipicu oleh pagebluk akibat merebaknya virus SARS-CoV2 penyebab Covid-19. UMKM bukannya menjadi penyelemat krisis, tetap ikut terjerembab dalam krisis. Problemnya, upaya penyelamatan yang dilakukan oleh pemerintah malah jalan di tempat.
Data menunjukkan, 64,2 juta unit UMKM di Indonesia (BPS, 2020). Kontribusinya terhadap perekonomian nasional luar biasa, yakni 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja. Badai pandemi membuat UMKM layu, karena menurut Kementerian Keuangan, sektor tersebut adalah yang paling terdampak signifikan. Padahal, berkaca dari krisis ekonomi 1998, UMKM adalah sektor usaha yang paling cepat bangkit. Begitu juga dengan krisis keuangan tahun 2008. Kuncinya, tak lain karena UMKM, meskipun dengan modal yang minim, ternyata masih mampu menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan untuk kebutuhan dasar hidup masyarakat. Inilah yang oleh ekonom Prof. Mubyarto disebut sebagai ekonomi kerakyatan.
Kebalikannya, saat krisis ekonomi, sektor UMKM mengalami tekanan akibat tak dapat melakukan kegiatan usaha sehingga kemampuan untuk memenuhi kewajiban kredit terganggu, hal ini menaikkan non performing loan (NPL) perbankan yang bisa memperburuk kondisi perekonomian termasuk UMKM. Belum lagi, anjuran jarak sosial (social distancing) untuk meminimalisir dampak penyebaran Covid-19, membuat ruang gerak UMKM semakin sempit.
Para pelaku UMKM pun menjadi kelompok yang rentan dari resesi ekonomi. Dengan berkurangnya daya beli tentu mengakibatkan turunnya produksi. Ditambah dengan bahan baku yang semakin sulit karena masih banyak produk yang bergantung pada bahan baku impor. Di tengah kekhawatiran ini, ada jalan keluar bagi pelaku UMKM agar bisa terus berproduksi misal, dengan jeli memanfaatkan peluang. Ketiadaan stok bahan baku impor sebaiknya segera disiasati dengan menggantinya bahan baku lokal. Dalam sektor fashion, kain yang digunakan sebagai bahan baku biasanya lebih murah produk luar dibanding lokal, sekarang kita perlu mengubah paradigma berpikir untuk membeli produk lokal.
Rantai kerjasama tersebut juga menguntungkan pengrajin kain lokal. Termasuk misalnya, kemasan yang biasanya dibeli dari luar, diubah dengan kertas daur ulang yang dibuat sendiri, atau menggunakan daun pisang untuk membungkus makanan. Selain saling membantu perekonomian, juga tentu ramah lingkungan.
Lalu, bagaimana jika persoalannya ada di pendanaan? Ketiadaan dana segar bisa disiasati dengan sistem barter antar pelaku UMKM. Sistem seperti ini perlu dimulai untuk dilakukan agar menjaga mata rantai konsumsi, dan produksi tetap berjalan.
Dahsyatnya dampak pandemi juga menaikkan angka pengangguran, sebab perusahaan tak sanggup bertahan lagi. Konsekuensinya adalah PHK massal para pekerja/karyawan. Pandemi mengubah segalanya, termasuk metode pemasaran, penjualan, dan pembelian yang secara cepat dan gigantik bermigrasi ke pasar digital. Pondasinya terbentuk, berkembanglah metode dropshipper, dan perluasan reseller. Peluang tersebut sangat mungkin diambil oleh mereka yang menjadi korban PHK sebagai alternatif mendapatkan keuntungan. Aktivitas reseller dan dropshipper sangat bermanfaat bagi UMKM untuk melancarkan penjualan. Pada intinya, sistem ini mengarah pada satu bangunan simbiosis dan membangun stu budaya agar masyarakat melirik lalu mencintai produk lokal. Ini yang disebut membenahi krisis dari dapur rumah tangga.
Saat rakyat digulung gelombang krisis, negara tentu wajib hadir menjadi sekoci-sekoci. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) didesain sebagai bahtera untuk UMKM. Dana Rp123,46 triliun disalurkan untuk UMKM, dengan harapan bisa mendongkrak UMKM agar tetap berdiri di atas gelombang pandemi.
Bantuan tersebut antara lain untuk subsidi bunga sebesar Rp35,28 triliun, restrukturisasi kredit 78,78 triliun, belanja imbal jasa penjaminan (IJP) Rp5 triliun, penjaminan modal kerja Rp1 triliun, PPh Final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) Rp2,4 triliun serta pembiayaan investasi kepada koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan UKM sebesar Rp1 triliun. Hanya saja, penyerapan dana tersebut masih kecil, yakni 38,42 persen atau setara Rp47,44 triliun selama 6 bulan pandemi (Maret-September 2020).
Inilah yang kemudian membuat praktik keadilan distributif menjadi hal sulit untuk UMKM. Di satu sisi, UMKM dituntut bangkit, namun di sisi lain pemerintah seperti setengah hati mengeluarkan UMKM dari krisis. Maka, tak salah bila berkembang ungkapan UMKM kuat, UMKM naik kelas adalah sekadar jargon di saat krisis, tetapi minim bukti dan hanya menjual mimpi. Sebab, yang diinginkan UMKM adalah kemudahan berusaha, keringanan pajak, dan umpan-umpan kebijakan lain yang sifatnya mendidik untuk menjadi besar, bukan sekadar dana yang sifatnya charitable yang justru meninabobokan karena sifatnya sesaat dan melemahkan.
Dari situlah kemudian arti penting prinsip keadilan, sebagaimana yang selama ini selalu didengungkan. Keadilan (fairness) pada dasarnya menempatkan aspek kesamaan, baik secara umum maupun persamaan kesempatan dan ketimpangan atau ketidaksamaan secara fair. Keadilan pada hakikatnya adalah dengan sukarela tetap dan mantap terus-menerus memberikan kepada setiap orang apa yang memang menjadi bagiannya atau haknya, dan inilah yang belum dinikmati UMKM karena selalu dipandang sebagai anak tiri, berbeda dengan korporasi besar yang selalu dianakemaskan.
Hakikat keadilan sangat dibutuhkan dalam mengatur dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan perekonomian sebagai sarana utama kehidupan manusia. Oleh karena itu, R. Soepomo pernah mengusulkan agar dalam lapangan ekonomi digunakan sistem sosialisme negara. Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus berdaya guna demi kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu, negara tidak dipandang dari kacamata liberal-individualistis, termasuk dalam pengertian sebagai pribadi-negara yang abstrak berikut perlengkapan negaranya yang berdiri terpisah dari dan berada di atas individu. Dengan demikian, konsep negara Indonesia adalah nasional sosialisme yang bertumpu pada gagasan tentang komunitas politik kebangsaaan.
Dengan demikian, untuk pemerintah, adil terhadap UMKM artinya memberi peluang, kemudahan, dan kesempatan untuk menjadi besar, bukan sibuk dengan jargon UMKM kuat, atau UMKM naik kelas di saat krisis tetapi di balik semua itu karpet merah tetap berpihak kepada konglomerasi dan menjadikan UMKM sebagai lembaga charity; tetap dikerdilkan dan hanya menjadi penampung CSR. Untuk masyarakat, bersikap adil memiliki makna dengan menjadikan produk UMKM sahabat baik dalam suasana krisis maupun era normal; bangga dengan produk lokal, memakainya walau sedikit mahal, karena apa yang kita keluarkan akan menjadi modal bagi UMKM untuk tetap berproduksi.
Pada akhirnya, UMKM tentu saja tidak akan bisa bertahan sendiri pada krisis global kali ini yang begitu kompleks karena ketidakpastian yang sangat tinggi. Maka diperlukan dukungan semua stakeholder bisnis yaitu pelaku usaha, investor, kreditur, masyarakat, dan pemerintah untuk bersama-sama bangkit bersatu bersama melawan pandemi Covid-19 dan efek krisis global yang dibawanya.
Karena itu, UMKM dituntut untuk terus berusaha berkarya lebih kreatif dan inovatif. Misalnya saja dengan memanfaatkan keunggulan dunia digital untuk mencari dan memperkuat pangsa pasar. Selain itu, UMKM mau tak mau harus mencari sumber permodalan murah dan restrukturisai kredit, serta yang juga tidak kalah pentingnya melalui komunitas sosial membentuk kekuatan ekonomi, seperti yang dilakukan komunitas UMKM Alumni Unpad.
Penulis adalah alumni Universitas Padjadjaran, notaris, pegiat koperasi dan UMKM.
Ed: Barr.
Follow media sosial kami untuk mendapatkan produk terbaik, informasi, pengalaman menarik dan inspiratif.
Kami adalah e-commerce hybrid, sebuah rumah untuk memasarkan produk UMKM Indonesia kualitas terbaik. Nikmati produk kuliner, fashion, kriya, minuman herbal, dan jasa. Juga rubrik Inspiring Life, Jurnal & Peraturan, Berita.