BUMIALUMNI.COM – Tafsir tentang ekonomi kerakyatan dan kemandirian finansial rupanya mengerucut pada aktivitas produksi ekonomi yang dalam wilayah praktikalnya disebut UMKM. Kontribusi 60,5% pada PDB, daya serap tenaga kerja hingga 96,9%, kontribusi ekspor 15,69% adalah contoh konkret bagaimana UMKM memegang peran kunci dalam ekonomi, sehingga menjadi sah disebut critical engine.

Sebagai pilar ekonomi nasional, UMKM punya peran strategis dalam menopang perekonomian rakyat, antara lain adalah pemerataan pendapatan, lapangan kerja, dan wadah sosial ekonomi masyarakat. Namun sebagai critical engine, UMKM belum sepenuhnya nirkendala. Berberapa persoalan yang dihadapi biasanya adalah akses permodalan, pemasaran, teknologi, masih kurangnya proteksi di hadapan liberalisasi perdagangan.

Dalam buku Pengembangan UMKM Antara Konseptual dan Pengalaman Kritis (karya Rachmawan Budiarto, Susetyo Hario Putero, Hempri Suyatna, Puji Astuti), menyatakan, selain keterlibatan swasta, korporasi bisnis, dan tentunya negara, sangat penting pula keterlibatan perguruan tinggi sebagai inkubasi bisnis. Fungsi-fungsi technopreneurship dalam pengembangan UMKM diharapkan mampu dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat agar memainkan peran penting untuk menopang UMKM.

Program Pemerintah

Terhadap UMKM, pemerintah, melalui Kemenko Bidang Perekonomian RI dalam siaran persnya No. HM.4.6/553/SET.M.EKON.3/10/2022 menerangkan, telah membuat berbagai stimulus kebijakan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), implementasi UU Cipta Kerja serta aturan turunannya, dan program Bangga Buatan Indonesia. Program PEN salah satunya mencakup dukungan UMKM bidang pembiayaan KUR, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), subsidi bunga/margin non-KUR, penjaminan kredit UMKM, pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM, PPh yang ditanggung pemerintah, serta bantuan tunai pedagang kaki lima, warung, dan nelayan (BTPKLWN).

Baca juga:

·         Perspektif UN Global Impact tentang UMKM

·         G20 Empower untuk Pelaku UMKM Perempuan

Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pada 2020 terdapat sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia belum memiliki akses permodalan dari perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank. Hambatan pembiayaan yang dialami UMKM menjadi landasan bagi pemerintah untuk memberikan dukungan fasilitas pembiayaan lainnya, antara lain melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), Mekaar PNM, Bank Wakaf Mikro, Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Skema pembiayaan ini dapat diakses UMKM sesuai kelasnya seiring dengan berkembangnya tingkat bisnis UMKM. Sejak 19 Januari 2022, skema KUR terdiri dari KUR Super Mikro, KUR Mikro, KUR Kecil, KUR Khusus, dan KUR PMI. Khusus untuk KUR Super Mikro dan KUR Mikro tidak diperlukan agunan tambahan.

Perkembangan Kredit UMKM sendiri terus meningkat dan NPL terus terjaga stabil. Kredit UMKM terus meningkat hingga mencapai Rp1.275,03 triliun atau tumbuh 16,75% (yoy). NPL tetap terjaga pada kisaran 4%, di mana posisi terakhir pada April 2022 NPL tercatat mencapai 4,38%, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang berada di 4,41%. Namun, kenaikan tersebut dinilai masih jauh dibandingkan beberapa negara lain seperti Singapura (41%), Thailand (41%), dan Tiongkok (60%). Jadi, target kontribusi ekspor UMKM diharapkan meningkat menjadi 17% di 2024. Dengan demikian, tantangan UMKM ke depan yang perlu diatas secara bersama oleh stakeholders antara lain berkaitan dengan inovasi dan teknologi, literasi digitasl, produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standarisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan dan fasilitasi, serta basis data tunggal. (Ed:Barr)