Bumialumni.com – Masih berbicara tentang penciptaan karya seni, atau produksi estetika dari sebuah karya kerajinan tangan. Lalu, “Apakah seni itu?” Pertanyaan sederhana tersebut tak pernah selesai dijawab oleh para pemikir filsafat seni, hingga hari ini.

Bicara tentang estetika selalu terhubung dengan sesuatu yang indah, atau keindahan. Menyitir John W. Gardner, proses kehidupan juga merupakan seni tapi produk seni yang tak bisa dihapus atau diubah setelah peristiwa terjadi. Yang bisa dilakukan manusia hanya kontemplasi (refleksi).

Sebuah karya seni adalah transmisi perasaan artist (seniman) yang telah mengalami seni apapun produk seninya, termasuk produksi estetika dari brand Azza Jewelry yang mengusung konsep etnik eksklusif. Masih dalam rangka program Lupba Café, acara pelatihan membuat pernak-pernik kali ini dipandu oleh Teh Ratih Saripartini sebagai owner brand Azza Jewelry (14/4).

Kepada Bumialumni.com, Teh Ratih menjelaskan bahwa “Azza mempunyai arti kekuatan, harapannya, produk Azza Jewelry akan memberi kekuatan hati kepada saya untuk tetap berjuang dalam segala situasi, dan semoga lewat Azza semakin memberi kekuatan secara finansial untuk saya.”

Biasanya, produksi seni membutuhkan hal-hal yang menuntut ketekunan, ulet, detail, itu semua membutuhkan kesabaran. “Alhamdulilah pelatihan berjalan lancer. Semua peserta dapat menyelesaikan pekerjaannya, setelah mencoba membuat bros imut rama-rama yang kalau dilihat sekilas akan mengatakan mudah, ternyata butuh kesabaran dan ketelitian, kerapihan.” ujar Teh Ratih.

Pemilik brand yang menjadi anggota UMKM Alumni itu mulai terjun ke produksi aksesoris sejak 2010 karena diajak oleh saudaranya. Sejak saat itu, Teh Ratih mendapatkan impresi (kesan) positif saat membuat aksesoris, dan mendapatkan kepuasan tersendiri saat hasil karyanya diminati oleh orang lain. “Tujuh tahun kemudian, saya mulai membuat brand Azza.” Teh Ratih mengisahkan. Hingga saat ini, Azza Jewelry sudah memproduksi berbagai bentuk seperti kalung, bros, gelang, cincin, dan konektor masker, bahan utamanya bebatuan dan wire (kawat).

Dengan bermodal pengetahuan praktik seperti mengikuti kursus, lalu Teh Ratih mempertajam keahliannya dengan membaca buku-buku tentang aksesoris. Setelah itu, dengan kemampuan kreasinya, Teh Ratih mencoba mengkreasikan lalu melakukan uji coba bentuk dan model.

Dalam pemasaran produknya, Teh Ratih juga mempercayakan penjualan produknya di platform digital Bumialumni.com yang mengusung konsep pemasaran digital untuk UMKM. Di platform tersebut, para pembaca bisa memesan produk Azza Jewelry dengan proses yang mudah karena Bumialumni.com telah mendedikasikan diri sebagai rumah bagi UMKM Indonesia.

Produk kriya, oleh banyak ilmuan neurosains diklaim bisa memiliki kontribusi terapeutik, sebagai bagian dari healing. “Membuat aksesoris, menurut saya bisa menjadi salah satu cara untuk terapi. Karena dalam pembuatannya menggunakan berbagai teknik anyam, ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, ketelitian, dan fokus. Saya rasakan selama ini, saat mengerjakannya, maka pikiran saya tertuju pada pekerjaan itu, pikiran kita lepas dari pikiran-pikiran negatif. Kalau saya sudah mulai bekerja, suka asik sendiri dan tanpa terasa sudah duduk berjam-jam.”

Selain itu, “Bermain kriya juga bisa menjadi alternatif untuk ibu-ibu yang tidak bisa meninggalkan rumah tapi ingin mendapatkan penghasilan, dan lebih fleksibel karena bermain kriya bisa dikerjakan di mana saja, kapan saja, bebas mau bikin bentuk seperti apa saja,” kata Teh Ratih.

Tapi, apakah kita percaya bahwa setiap kita bisa memproduksi seni? Sebagai contoh: Produksi seni hidup, mengutip Wolfgang Mozart, adalah saat kita mampu berbicara dengan baik dan fasih, tetapi yang tak kalah hebat adalah memahami kapan kita berhenti berbicara.