BUMIALUMNI.COM – UMKM adalah gejala global. Lintas negara dan benua. Saat industri-industri raksasa lebih senang memperdagangkan sektor nonriil (saham), ada pelaku usaha kecil yang melakukan aktivitas produksi riil barang dan jasa. Dunia mengakui bahwa UMKM adalah jalan keluar dari tersendatnya jentera perekonomian; bahkan digadang-gadang sebagai solusi ekonomi saat pandemi terjadi. 

Di masing-masing negara, UMKM menjadi kontributor signifikan bagi PDB negaranya masing-masing. Ambil contoh di kawasan Asia ada Thailand. Dilansir dari Katadata.co, berdasarkan data NESDC Thailand 2021, kontribusi usaha mikro negara tersebut mencapai 2,6% terhadap PDB. Sementara usaha kecil mencapai 14,4%; menengah 17,6%; besar 58,9%; dan lainnya 6,5%.

Sedangkan di Singapura pada 2020 menunjukkan, kontribusi terhadap PDB dari klaster usaha kecil mencapai 9% terhadap PDB, menengah sebanyak 22%, besar 69%. Angka tersebut didasarkan pada nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor jasa. Di Singapura sendiri, perusahaan diklasifikasikan hanya sebagai UKM atau non-UKM, tidak ada kategori usaha mikro.

Baca juga:

• Badan Siber dan Sandi Negara: UMKM Siaga Keamanan Siber

• Kategori Mikro Masih Mendominasi UMKM

  
  

Klaster usaha di Indonesia didominasi oleh usaha mikro. Usaha mikro, dengan kriteria omzet maksimal Rp2 miliar per tahunnya, menjadi yang paling dominan dalam struktur UMKM dengan jumlah 63.955.369 unit pada 2021 atau berkontribusi 99,62% dari total unit usaha di Indonesia.

Secara global, UMKM memang memiliki resiliensi ampuh, hal itu teruji saat pandemi melanda. Kebanyakan UMKM yang memiliki kesanggupan bertahan adalah yang memiliki cadangan kekayaan (hidden wealth) berupa tabungan atau aset bangunan dan kendaraan yang dapat dijual atau digadaikan. Sehingga, memakai disaster risk management dan business continuity plan adalah hal yang penting bagi UMKM agar sanggup bertahan ketika situasi krisis terjadi. (Ed:Barr)